Senin, 07 Maret 2016

Profil Mangrove Pesisir Utara Tangerang

Profil Mangrove Pesisir Utara Tangerang


Wilayah pesisir Kabupaten Tangerang (8 kecamatan) memiliki luas sekitar 164,31 km2  atau 1,90% dari total luas wilayah Provinsi  Banten. Berdasarkan topografi dataran daerah ini relatif datar dengan kemiringan tanah rata-rata 0-1 m menurun ke Utara dan ketinggian wilayah diantara 0-85 meter di atas permukaan laut (dpl). Kondisi temperatur udara berkisar antara 23o - 33o C dengan curah hujan rata-rata 1.745 mm/tahun dan jumlah hari hujan 126 hari. Musim hujan yang berlangsung di wilayah antara November-April dengan arah mata angin bertiup dari utara ke selatan. Wilayah bagian utara merupakan daerah pesisir pantai sepanjang 51,2 km Daerah ini memiliki potensi wisata bahari dengan kawasan hutan mangrove seluas 1.351,5 Ha yang berfungsi sebagai daerah konservasi dan kawasan tambak seluas 2489 Ha dimana merupakan salah satu sumber potensi perikanan daerah ini. Hal ini menyebabkan wilayah ini menjadi perhatian penting saat ini terutama pengelolaan kondisi hutan mangrove yang menempati wilayah tersebut.
Laju kerusakan sumberdaya pesisir di Kabupaten Tangerang dalam satu dekade belakangan ini telah mencapai kondisi mengkhawatirkan. Kondisi hutan mangrove di beberapa kecamatan mengalami penurunan setiap tahunnya. Kematian pertumbuhan mangrove secara umum disebabkan oleh faktor alam dan manusia. Faktor alam yang dapat menyebabkan hal tersebut yaitu abrasi. Perubahan yang terjadi pada kawasan mangrove akan memberikan pengaruh terhadap zonasi wilayah mangrove di kawasan tersebut. Kegiatan manusia seperti aktivitas industri baik yang berada di sekitar wilayah mangrove maupun di hulu DAS dapat menjadi penyebab kerusakan mangrove di wilayah Tangerang. Air limbah yang keluar dari kegiatan industri menyebabkan penurunan kualitas air yang akan mengalir pada bagian hilir wilayah Kabupaten Tangerang. Selain itu kerusakan habitat dapat disebabkan adanya kegiatan reklamasi perubahan kawasan mangrove untuk pemukiman, pertambakan udang dan pelabuhan. Perubahan pola hidrologis pun dapat mengganggu keseimbangan distribusi air tawar dan asin.
Abrasi yang terjadi di wilayah pesisir utara Kabupaten Tangerang merupakan dampak negatif dari kegiatan pengembangan wilayah yang tidak diantisipasi pada pembangunan masa lampau. Abrasi pada sepanjang pesisir pantai menimbulkan kerugian seperti penurunan luasan daratan dan terancamnya pemukiman dan aktivitas penduduk. Peristiwa abrasi secara  dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain:
  1. Hilangnya pohon bakau (Rhizopora sp.) dan api-api (Avicennia sp) yang seharusnya dapa menjadi gerbang utama penyelamat pantai dari ancaman gelombang, serta ancaman angin muson barat, 
  2.  Penggalian pasir baik secara legal maupun illegal 
  3. Adanya bangunan tegak lurus pantai yang mempercepat terjadinya abrasi. 
             Berdasarkan dara sebelumnya telah diketahui kawasan yang terjadi abrasi dibagi menjadi 3 (tiga) wilayah yang meliputi:
  1. Wilayah I terdiri dari: Desa Jenggot, Muncung, Kronjo, Pagedangan Ilir, Lontar, Karanganyar, Patramanggala, Mauk Barat, Ketapang & Margamulya, 
  2. Wilayah II terdiri dari: Desa Tanjung Anom, Karang Serang, Suryabahari, Sukawali, Kramat dan Kohod, 
  3. Wilayah III terdiri dari: Desa Tanjung Burung, Tanjung Pasir, Muara, Salembaran Jaya, Salembaran Jati, Kosambi Barat dan Kosambi Timur. 
Selain abrasi pantai yang terjadi di kawasan pesisir Tangerang ternyata di wilayah ini juga  terjadi  akresi (lahan timbul).
Pemanfaatan lahan timbul pada wilayah Kabupaten Tangerang kurang terkendali dimana penggunaan sebagai daerah tambak perikanan lebih besar dibandingkan lahan mangrove. Hal ini menyebabkan kondisi tepi pantai lemah terhadap gempuran gelombang yang datang sehingga berdampak terhadap meningkatnya laju abrasi. Oleh sebab itu, pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu perlu menjadi perhatian utama sehingga wilayah pesisir dapat terjaga secara keberlanjutan dan memberikan manfaat yang tinggi bagi masyarakat pesisir. Kondisi tersebut dapat dicapai dengan penerapan prinsip-prinsip pengembangan wilayah yang terencana. Sementara itu untuk pengelolaan yang terpadu hanya dapat dipenuhi apabila tersedia informasi yang akurat dan lengkap tentang kondisi wilayah pesisir dan lautan seperti potensi, kondisi sumberdaya dan kegiatan sosial ekonomi yang ada di wilayah pesisir serta aspek kelembagaan dan pemangku kepentingan (stakeholder) dalam pengelolaan wilayah pesisir dan lautan. 
Peta Pesisir Utara Tangerang

Contoh Rehabilitasi Mangrove Model Hybrid Engineering (HE)